Ahli vulkanologi dari ITB menyampaikan bahwa abu vulkanik dari erupsi Gunung Semeru sangat pekat akibat letusan sebelumnya, dimana mengakibatkan kepanikan yang mendalam bagi warga sekitar Semeru. Ahli Vulkanologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Mirzam Abdurrachman menjelaskan alasan kenapa abu vulkanik dari erupsi Gunung Semeru di Jawa Timur sangat pekat yaitu karena pada selumnya sudah terjadi ledakan berkali-kali sehingga wajar saja dampaknya mebuat keadaan Semeru menjadi pekat.
"Letusan hari ni, volume magmanya sebetulnya tidak banyak, tetapi abu vulkaniknya banyak itu disebabkan akumulasi dari letusan sebelumnya," tutur Mirzam dikutip dari situs resmi ITB, Minggu (5/12).
Ketika letusan-letusan sebelumnya terjadi, abu vulkaniknya jatuh menumpuk hanya di sekitar area puncak gunung semeru saja. hal ini yang menjadi cikal bakal melimpahnya material lahar letusan 2021 tahun sekarang. Mirzam mengindikasikan abu vulkanik dari Gunung Semeru kali ini cenderung berat, yang ditandai dengan warna abu-abu pekat. Hal tersebut terlihat jelas dari penampakan di puncak Gunung Semeru.
Mirzam kemudian menjelaskan dua bahaya dari gunung api secara umum. yang pertama bahaya primer berkaitan dengan saat gunung meletus dan yang keduanya bahaya sekunder setelah gunung api tersebut meletus.
"Dua-duanya sama-sama berbahaya," ucap Mirzam.
Penyebab Erupsi
Mirzam menjelaskan tiga hal yang menyebabkan sebuah gunung api bisa meletus atau erupsi. Yang pertama yaitu karena adanya volume di dapur magmanya yang sudah penuh, bagian keduanya yaitu karena ada longsoran di dapur magma yang disebabkan terjadinya pengkristalan magma, dan yang ketiga pengkristalan magma ada di atas dapur magma.
"Faktor yang ketiga ini sepertinya yang terjadi di Semeru. Jadi, ketika curah hujannya cukup tinggi, abu vulkanik yang menahan di puncaknya baik dari akumulasi letusan sebelumnya terkikis oleh air, sehingga gunung api kehilangan beban," ungkapnya.
"Terkikisnya material abu vulkanik yang berada di tudung gunung tersebut membuat beban yang menutup Semeru hilang sehingga membuat gunung mengalami erupsi," sambungnya.
Menurut Mirzam, saat Semeru erupsi, warga cenderung tidak merasakan adanya gempa, namun tetap terekam oleh seismograf. Hal ini terjadi disebabkan oleh sedikitnya material yang berada di dalam dapur magma. Berdasarkan dari mengutip dari laman Magma Indonesia, visual letusan tidak teramati. Akan tetapi ini terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 25 mm dan durasi 5160 detik.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar